Bermain peran dalam kegiatan belajar dan mengajar "Harry Potter"


JAKARTA, KOMPAS.com — Jika ingin mengajak anak-anak bermimpi, maka beranilah berimajinasi. Prinsip ini yang digunakan oleh Fira Basuki saat terlibat dalam program Kelas Inspirasi, Rabu (20/2/2013).

Penulis dan Pemimpin Redaksi Cosmopolitan Fira Basuki mencoba memperkenalkan profesinya melalui tokoh Harry Potter, tokoh penyihir hasil imajinasi penulis JK Rowling. Bak Harry Potter, Fira membawa sapu lidi berukuran cukup besar, lalu memperagakannya seperti yang biasa dipakai tokoh dalam novel dan film Harry Potter.

Di depan para siswa kelas II, III, VI A, dan VI B SD Negeri Kebon Baru 07 Pagi, Fira menceritakan bahwa untuk menjadi seorang penulis harus berani berimajinasi. Salah satunya dengan menamakan barang-barang yang dimiliki sama seperti nama orang, kemudian mengibaratkan barang-barang itu sebagai orang yang memiliki sifat dan karakter masing-masing. Sapu lidi yang dibawanya pun dipakai untuk menjelaskan terciptanya proses imajinasi.

Ibu dua anak ini mengaku bahagia mengenal kegiatan ini. Pasalnya, tak hanya anak-anak, para relawan juga banyak belajar.

“Selama ini saya sering banget jadi dosen di kampus-kampus untuk kuliah S-1 atau S-2, tapi tempatnya di aula. Baru kali ini saya mengajar anak SD di kelas, ibaratnya jadi guru seharian. Bukan hanya mereka belajar dari saya, tapi saya juga banyak belajar dari mereka. Semoga itu bisa memberikan inspirasi buat semua,” ungkap Fira.

Fira menjadi salah satu dari 11 relawan yang memperoleh kesempatan untuk mengikuti program Kelas Inspirasi yang digelar Indonesia Mengajar di SD Negeri Kebon Baru 07 Pagi yang terletak di Kelurahan Kebon Baru, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Awalnya, Fira sudah mengetahui sendiri mengenai rencana pelaksanaan program ini. Namun, dia mengaku lebih tertarik lagi setelah diajak oleh salah satu temannya, Renee Suhardono, seorang career coach yang juga cukup ternama.

Di sekolah ini, selain Fira yang adalah penulis, berbagai profesi lain juga terlibat, yaitu reservoir engineer, perekayasa teknik, perencana perusahaan, dosen sekolah tinggi, creative consultant,merchandiser, sandiman, peneliti, penari, editor bahasa, dan business analyst. Sama halnya dengan sekolah lain, relawan di sekolah ini juga dibantu oleh fotografer dan videografer untuk mendokumentasikan kegiatan Kelas Inspirasi ini.
Para relawan yang terlibat dalam kegiatan ini tak hanya meluangkan waktu untuk mempersiapkan diri, tetapi mereka juga meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya sehari-hari untuk mengajar anak-anak SD di lokasi yang sudah ditentukan. Bahkan, ada yang harus mengajukan cuti atau meminta izin ke perusahaan tempatnya bekerja demi tujuan untuk berbagi informasi seputar profesi yang dijalani sehari-hari dan bagaimana cara untuk mencapainya.

Fira berharap agar ke depannya kegiatan ini semakin terorganisasi dengan baik, termasuk waktu penyelenggaraannya yang lebih teratur. Dengan demikian, orang-orang yang mau mendaftar sudah mengetahui kapan pelaksanaannya.

Kegiatan ini, lanjut Fira, dibutuhkan di tengah kurangnya perhatian pemerintah Indonesia terhadap pola pendidikan di Indonesia. Ia ingin agar pemerintah lebih memperhatikan lagi pendidikan dasar di Indonesia karena anak-anak itulah yang menjadi harapan Indonesia di masa depan.

“Untuk pemerintah sendiri belum ada standar di SD misalnya untuk gedung dan pola pengajaran. Saya harap pola pendidikan di Indonesia lebih diperhatikan karena anak-anak jadi harapan bangsa Indonesia,” tandasnya.